Rabu, 17 Maret 2021

TATACARA OTONAN ATAU MAOTON UNTUK KALANGAN UMUM BAGIAN 2

16. Ngaturang Pasucian (yang ngotonin)

OṀ Ngastuti Pakulun Paduka Bhatara, Hulun Angaturaken Sarining Pasucian, Sesarik, Susur, Keramas, Mwang Lengewangi Ring Jeng Pakulun Padhuka Bhatara.


17. Ngayab Pejati Ulonin Banten. (yang ngotonin)

OṀ Ngastuti Pakulun Paduka Bhatara Sang Hyang Trio Dasa Saksi, Hulun Angaturaken Pejati Dening Peras Sodan Daksina Muwang Saruntutannya, Mangde Ledang Paduka Bhatara Pada Anodya, Anyaksinin Mwang Amukti Sari Saturan Hulun.


OṀ Dewa Trepti Laksana Ya Namah

OṀ Dewa Bhokta Laksana Ya Namah Swaha


18. Ngayab Kukus Harum (Dhupa)

OṀ ANG Brahmā Sandhya Namo Namaḥ

OṀ UNG Viṣṇu Sandhya Namo Namaḥ

OṀ MANG Īśvara Sandhya Namo Namaḥ


19. Mesirat (Toya Ida/Toya Anyar)

OṀ Ksama Sampurna Ya Namah Swaha


20. Ngayab Banten Otonan. (yang ngotonin)

OṀ Ngastuti Pakulun Paduka Bhatara Sang Hyang Iswara (Sesuaikan Dewaning Oton Berdasarkan Hari), Sang Hyang Pengemit Tuwuh, Sang Hyang Penunggun Urip, Bhatara Guru, Bhatara Kawitan, Kaki Bhagawan Penyarikan Nini Bhagawan Penyarikan, Kaki Siwagotra Nini Siwagotra, Kaki Semaya Nini Semaya, Kaki Samantra Nini Samantara, Hulun Angaturaken Pawetonan Dening Pengambean, Peras, Soda, Sesayut, (Sebutkan Semua Banten Yang Dibuat), Muwang Saruntutannya, Mangde Ledang Paduka Bhatara Pada Anodya, Anyaksinin Mwang Amukti Sari Saturan Hulun. Alit Angaturaken, Ageng Pamilakunya, Dumogi Sang Paweton (Sebutkan Nama) Ngemolihang Kerahajengan Kerahayuan.


OṀ Dewa Trepti Laksana Ya Namah

OṀ Dewa Bhokta Laksana Ya Namah Swaha

TATACARA OTONAN ATAU MAOTON UNTUK KALANGAN UMUM BAGIAN 1

 BANTEN OTONAN TUMPENG 5:

• Banten Pejati Ulonin Banten (Upasaksi)

• Pengambean (Tumpeng Kalih)

• Peras (Tumpeng Kalih)

• Dapetan (Tumpeng Siki)

• Soda

• Sesayut

• Byakala atau Biyakaonan (Pangresikan)

• Segehan


PERALATAN:

• Tempat Tirta dan Wija/Bija

• Tirta Ida (jika tidak ada, gunakan Toya Anyar)

• Dhupa

• Bunga

• Caratan

• Jembung

• Petabuh


TATACARA NGATURANG OTON:

1. Tirta Wangsuhpada

Letakkan tempat tirta dan tempat Wija/Bija yang sudah diisi air di Pelinggih Kamulan atau di Ulonin Banten.


2. Ambil Sikap Duduk Atau Berdiri

- Yang maoton ambil sikap duduk, untuk yang laki-laki sebaiknya ambil sikap duduk bersila (padmasana) sedangkan untuk yang perempuan sebaiknya ambil sikap bersimpuh (bajrasana).

- Yang ngotonin kalau bisa ambil sikap duduk, namun dalam situasi tertentu terkadang tidak bisa mengambil sikap duduk. Jika harus berdiri, maka berdirilah dengan tegap.

TANDA-TANDA KEMATIAN DALAM LONTAR BUDHAKECAPI

Buku Salinan Dan Terjemahan Lontar Usadha Budha Kecapi bisa diperoleh di Shopee:

https://shopee.co.id/product/157589676/3183742083?smtt=0.157591660-1612417254.9


Lontar Budhakecapi merupakan salah satu lontar sesana balian, dalam lontar Budhakecapi banyak dibahas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang balian, baik sehubungan dengan pengobatan sampai pada tatacara menerima upah bagi seorang balian.


Budhakecapi sesungguhnya merupakan nama seorang balian tersohor yang sudah mendapatkan panugrahan dari Hyang Nini Dalem (Bhatari Dhurga), jadi Beliau sangat mengetahui dan paham akan sesananing balian.


Di dalam lontar Budhakecapi dibahas mengenai 2 orang balian yang sangat hebat (Klimosadha dan Klimosadhi), namun pada suatu saat mereka gagal dalam menyembuhkan pasiennya sehingga memutuskan menemui Budhakecapi untuk berguru.


Dalam proses berguru tersebutlah Budhakecapi menyampaikan banyak hal sehubungan dengan dunia balian, baik itu: sesananing balian, sumber penyakit beserta cara pengobatannya, bahan-bahan obat, mantram penyembuhan, dan bahkan sampai aturan penerimaan upah seorang balian.


Di dalam lontar Budhakecapi juga dibahas mengenai tanda-tanda kematian. Tanda-tanda kematian tersebut menjadi sangat penting karena sangat berkaitan erat dengan sesana seorang balian dalam membantu pasiennya.


Seorang balian tidaklah boleh memaksakan diri untuk menyembuhkan seseorang yang memang sudah saatnya di panggil oleh Tuhan karena hal itu menyalahi kodrat dan bisa mendapatkan kutukan, oleh karena itu seorang balian wajib mengetahui tanda-tanda kematian tersebut.


Berikut adalah beberapa tanda-tanda kematian yang termuat dalam lontar Budhakecapi:

TATACARA MATURAN PADA SAAT RAHINAN UNTUK KALANGAN UMUM

Maturan atau mebanten adalah suatu hal yang sudah biasa dilakukan oleh umat Hindu, khususnya umat Hindu di Bali. Maturan atau mebanten biasanya dilakukan ketika bertepatan dengan rahinan, sepeti misalnya: Purnama, Tilem, Kajeng Kliwon, Anggara Kasih, Budha Cemeng, dll.


Maturan atau mebanten merupakan suatu hal yang dilakukan sebagai bentuk bhakti umat kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, maturan atau mebanten bukanlah dilakukan karena menginginkan suatu hal untuk dikabulkan, melainkan sebagai bentuk terima kasih atau syukur atas apa yang telah dianugrahkan Ida Sang Hyang Widhi dalam kehidupan ini.


Berikut adalah tatacara maturan atau mebanten pada saat rahinan untuk kalangan umum:


PERALATAN:

1. Upakara/Banten (Canang, Pasucian, Soda).

2. Tempat Tirta 

3. Tirta Ida (jika ada Toya Anyar)

4. Dupa

5. Bunga

6. Petabuh

7. Segehan


PERSIAPAN:

1. Memohon agar proses maturan atau mebanten bisa berjalan lancar

OṀ Awignam Astu Namah Siddham

OṀ Siddhir Astu-ya Namaḥ Svāhā

MAKNA SESELAT ATAU SESUUK SEHARI SEBELUM TUMPEK WAYANG

Sering sekali sehari sebelum Tumpek Wayang umat Hindu, khususnya umat Hindu di Bali melakukan upacara maseselat atau masesuuk. Seselat atau sesuuk merupakan pandan berduri yang dipotong panjangnya kira-kira 10cm dan dioleskan pamor (kapur sirih), dimana pamor (kapur sirih) yang dioleskan membentuk tanda Tampak Dara (+).

Sehari sebelum Tumpek Wayang juga sering disebut dengan Dina Kala Paksa, di beberapa tempat juga disebut dengan Dina Pemagpag Kala. Umat Hindu di Bali meyakini sehari sebelum Tumpek Wayang atau Dina Kala Paksa sebagai hari yang tenget (angker), biasanya pada Dina Kala Paksa ini pantang dilaksanakan Ngewangun Yadnya Ayu.

Apa fungsi dan makna memasang seselat atau sesuuk?

Seselat atau sesuuk biasanya dipasang di setiap Pelinggih dan bangunan area rumah, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, seselat atau sesuuk terbuat dari pandan berduri yang dioleskan pamor (kapur sirih) yang membentuk Tampak Dara (+), pandan berduri merupakan simbol dari Kala dan Pamor (kapur sirih) melambangkan Dharma, jadi makna dari pemasangan seselat atau sesuuk adalah untuk menetralisir unsur-unsur baruk (unsur Kala) dari Dina Kala Paksa.

Pada Dina Kala Paksa atau sehari sebelum Tumpek Wayang, selain memasang seselat atau sesuuk, setiap penghuni rumah juga dioleskan dengan pamor (kapur sirih) pada bagian ulu hati dengan tanda Tampak Dara (+). Tujuannya juga sama yaitu untuk menetralisir unsur-unsur buruk dari Dina Kala Paksa.

FUNGSI SESARI DAN TUJUAN MENGHATURKAN SESARI

Sering sekali setiap umat Hindu (khususnya Hindu Bali) melakukan persembahyangan didahului dengan menghaturkan canang, dan di atas canang senantiasa diisi uang yang sering disebut dengan sesari.

Umat lain sering mengatakan, umat Hindu Bali sering menombok Tuhan-nya! Karena sering menghaturkan uang. Sesungguhnya apa fungsi sesari?

Sesari sesungguhnya bukanlah persembahan kepada Tuhan, karena sudah jelas dinyatakan dalam Bhagavad Gita 9.26 sebagai berikut:
“Pattram puspam phalam toyam 
Yo me bhaktya prayacchati 
Tad aham bhakty-upahrtam 
Asnami prayatatmanah”

Artinya:
Siapapun yang sujud mempersembahkan daun, bunga, buah, atau air sepenuh bhakti kepada-KU, persembahan cinta, persembahan dari hati yang suci murni itu akan AKU terima.