Rabu, 17 Maret 2021

MAKNA SESELAT ATAU SESUUK SEHARI SEBELUM TUMPEK WAYANG

Sering sekali sehari sebelum Tumpek Wayang umat Hindu, khususnya umat Hindu di Bali melakukan upacara maseselat atau masesuuk. Seselat atau sesuuk merupakan pandan berduri yang dipotong panjangnya kira-kira 10cm dan dioleskan pamor (kapur sirih), dimana pamor (kapur sirih) yang dioleskan membentuk tanda Tampak Dara (+).

Sehari sebelum Tumpek Wayang juga sering disebut dengan Dina Kala Paksa, di beberapa tempat juga disebut dengan Dina Pemagpag Kala. Umat Hindu di Bali meyakini sehari sebelum Tumpek Wayang atau Dina Kala Paksa sebagai hari yang tenget (angker), biasanya pada Dina Kala Paksa ini pantang dilaksanakan Ngewangun Yadnya Ayu.

Apa fungsi dan makna memasang seselat atau sesuuk?

Seselat atau sesuuk biasanya dipasang di setiap Pelinggih dan bangunan area rumah, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, seselat atau sesuuk terbuat dari pandan berduri yang dioleskan pamor (kapur sirih) yang membentuk Tampak Dara (+), pandan berduri merupakan simbol dari Kala dan Pamor (kapur sirih) melambangkan Dharma, jadi makna dari pemasangan seselat atau sesuuk adalah untuk menetralisir unsur-unsur baruk (unsur Kala) dari Dina Kala Paksa.

Pada Dina Kala Paksa atau sehari sebelum Tumpek Wayang, selain memasang seselat atau sesuuk, setiap penghuni rumah juga dioleskan dengan pamor (kapur sirih) pada bagian ulu hati dengan tanda Tampak Dara (+). Tujuannya juga sama yaitu untuk menetralisir unsur-unsur buruk dari Dina Kala Paksa.


Sehari setelah Dina Kala Paksa yaitu bertepatan dengan Tumpek Wayang, seselat atau sesuuk yang dipasang pada setiap Pelinggih dan bangunan area rumah diambil, digabungkan menjadi satu dan diikat dengan benang tri datu (benang tiga warna yaitu: merah, hitam dan putih), letakkan di sebuah sidi (niu bolong) disertai segehan dan canang. Bawa dan letakkan di lebuhan (pintu keluar masuk rumah), disampingnya dibuatkan api takep (api yang terbuat dari sambuk atau serabut kelapa).

Tujuan dibawa dan diletakkan ke lebuhan (pintu keluar masuk rumah) adalah untuk mengembalikan unsur-unsur Kala kembali ke tempatnya. Kenapa ke lebuhan dan bukan tempat yang lain? Karena lebuhan adalah simbol dari Marga Sanga dan juga simbol dari Sapta Petala, dimana Sapta Petala merupakan Swarga (tempat) dari Bhatara Kala.

Adapun sehe ketika meletakkan seselat atau sesuuk di lebuhan (pintu keluar masuk rumah) adalah sebagai berikut: “Ih Kita Kala-Kali, Wus Kita Hamilara Awak Sariraning Hulun, Mangkin Mulih Kita Maring Sangkan Paranya Ring Sapta Petala”.

Kenapa dilakukan pas bertepatan dengan Tumpek Wayang?

Tumpek Wayang merupakan pertemuan saptawara Saniscara (Sabtu), pancawara Kliwon, dan wuku Wayang. Saptawara Saniscara (sabtu) Dewatanya adalah Dewa Brahma dan letaknya di selatan yang merupakan lambang dari Agni (Api), Pancawara Kliwon Dewatanya adalah Dewa Siwa dan letaknya di tengah yang merupakan lambing dari angina, sedangkan wuku Wayang Dewatanya adalah Dewa Wisnu dan letaknya di utara yang melambangkan Air. Pertemuan ketiga unsur tersebut merukapak hari baik untuk meruat unsur-unsur buruk (unsur Kala).

Salam Rahayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar