Ketika terjadi sebuah kelahiran dalam keluarga Hindu Bali, sering kita jumpai sebuah tempat menanam ari-ari yang diatasnya diisi tabunan api dan sanggah, hal ini sudah biasa dilakukan secara turun-temurun dan tentunya memiliki landasan sastra.
Berdasar kepercayaan Hindu Bali, ada empat saudara yang mengikuti saat proses kelahiran yang disebut dengan Sang Catur Sanak. Oleh karena itu ada prosesi ritual khusus terkait dengan Sang Catur Sanak, salah satunya adalah menanam ari-ari.
Dalam Lontar Tutur Rare Angon disebutkan sebagai berikut:
“Nihan tegesin katatwaning ari-ari ika, pinaka sawa, karananing ari-ari ika kawangsuh den abersih, mabungkus antuk kasa madaging anget-anget, mawadah klapa, klapa ika mawak padma, raris mapendem, ring luhuring amendem madaging kembang wangi, ring sandingnya madaging baleman mwang sundar, sanggah”.
Artinya:
“Inilah makna filsafat ari-ari, ari ari itu diumpakan sebagai mayat, makanya ari-ari itu harus dicuci atau dimandikan hingga bersih, dibungkus dengan kain kafan (kasa) yang berisi rempah-rempah, berwadahkan kelapa, kelapa itu sebagai padma, lalu dipendam, diatas pendaman itu berisi kembang wangi, didekatnya berisi baleman (tabunan api), sundar (pelita/lampu), dan sanggah”.
Seperti yang kita ketahui bersama Kramaning Sembah merupakan cara umat Hindu, khususnya umat Hindu di Bali dalam melakukan persembahyangan. Kramaning Sembah Terdiri dari kata Krama atau Kri yang memiliki arti aktivitas, sedangkan Sembah memiliki arti memberikan pemujaan kepada Beliau yang kita hormati.
Kramaning Sembah merupakan salah satu bentuk komunikasi antara yang melakukan Kramaning Sembah dengan Tuhan, yaitu Tuhan dalam aspek Sadhasiwa atau Tuhan yang berkepribadian seperti: Sang Hyang Surya atau Siwa Aditya dan juga Dewa yang diutamakan atau dipuja dalam sebuah tempat pelaksanaan yadnya.
Namun bagaimanapun juga tujuannya akhirnya adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebab semua aspek Tuhan dalam bentuk Sadhasiwa merupakan manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Berikut adalah urutan dari Kramaning Sembah:
1. Sembah Puyung
Mantram: OṀ Ātmā Tattvȃtmā śuddha māṁ svāhā
Ātmā merupakan percikan Tuhan yang paling kecil yang ada pada setiap mahluk.
Tattvȃtmā artinya hakekat kehidupan
Śuddha artinya suci
māṁ artinya diri hamba
Jadi OṀ Ātmā Tattvȃtmā śuddha māṁ svāhā dapat diartikan “Ya Tuhan, Sucikanlah Diri Hamba” atau “Ya Tuhan, Sucikanlah Hakekat Kehidupan Hamba”.
Dalam mantram tersebut mengandung arti memohon kepada Tuhan agar Atman kita disucikan, karena Atman-lah yang akan berkomunikasi dengan yang kita disembah. Selain itu Sembah Puyung juga bermakna mengosongkan diri (puyung), dalam artian menghilangkan diri dari sifat ego, sifat mementigkan diri sendiri, sifat penuh keinginan, dsb, sebab kita akan menuju Tuhan.
2. Sembah Upasaksi Kepada Surya/Siwa Aditya
Mantram:
OṀ Ādityasya paraṁ Jyoti
“Ya Tuhan kemegahan yang agung putra Aditi”
Rakta-teja namo ‘stu te
“Beliau dengan kilauan merah, sembah kepada-Mu”
Śveta-paṅkaja-madhyastha
“Beliau yang berdiri di tengah sekuntum bunga teratai putih”
Bhāskarāya Namo ‘stu te
“Sembah kehadapan-Mu, penyebar kesemarakan”
OṀ Praṇamya Bhāskaraṁ devaṁ
“Sembah sujud kehadapan Dewata yang menciptakan kemegahan”
Sarva-kleśa-vināśanam
“Semoga sirna semua penderitaan”
Praṇamyȃditya-sevȃrthaṁ
“Sembah sujud bhakti kehadapan Aditya”
Bhukti-mukti-vara-pradam
“Yang melimpahkan kenikmatan dan kebebasan sebagai anugrah”
OṀ HRĀṀ HRĪṀ SAḤ Parama-Śivā-Ādityāya Namaḥ Svāhā
“Sembah OṀ HRĀṀ HRĪṀ SAḤ kepada Aditya Sang Hyang Siwa yang teragung”