Senin, 07 September 2020

SEGEHAN DAN KAJENG KLIWON DALAM PERSPEKTIF ATAU SUDUT PANDANG SASTRA

Segehan berasal dari kata sege atau dalam bahasa jawa kuno sego yang artinya nasi, segehan adalah suguhan, dalam hal ini disuguhkan kepada Bhutakala atau sering juga disebut sebagai Ancangan iringan Para Bhatara dan Bhatari.

Bhutakala berasal dari kata Bhuta yang artinya pengisi semua ruang yaitu Panca Mahabhuta, sedangkan Kala adalah perputaran waktu sehingga terciptalah kehidupan di mayapada ini. Segehan juga dapat diartikan sebagai lambang harmonisnya hubungan manusia dengan palemahan atau ciptaan Ida Sang Hyang Widhi yang lain. Dengan segehan diharapkan dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatif dari ruang dan waktu, yang tak lain adalah akumulasi dari kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Segehan sangat berkaitan erat dengan Kajeng Kliwon yaitu merupakan pertemuan antara tri wara Kajeng dengan panca wara Kliwon yang diyakini sebagai hari baik, dimana pada saat Kajeng Kliwon diyakini energi alam semesta (Bhuwana Agung) terealisasi ke dalam Bhuwana Alit. Pertemuan tri wara Kajeng dan panca wara Kliwon berlangsung setiap 15 hari sekali, ada 3 jenis atau 3 penamaan Kajeng Kliwon yaitu: 1. Kajeng Kliwon Uwudan merupakan Kajeng Kliwon yang terjadi setelah bulan penuh (purnama). 2. Kajeng Kliwon Enyitan merupakan Kajeng Kliwon yang terjadi setelah bulan mati (tilem). 3. Kajeng Kliwon Pemelastali merupakan Kajeng Kliwon yang terjadi pada hari minggu (redite) pada wuku watugunung runtuh, terjadi setiap 6 bulan sekali. Jaman dulu segehan hanya dihaturkan ketika bertepatan dengan panca wara Kliwon (Setiap 5 hari sekali) dan ketika tri wara Kajeng bertemu panca wara Kliwon yang biasa disebut Kajeng Kliwon, namun seiring waktu segehan dihaturkan setiap hari biasanya pas sandikala atau menjelang malam. Berikut adalah kutipan panca wara Kliwon dan Segehan yang tertuang dalam Lontar Sundarigama: “Nihan Ta Ya Amanah, Kunang Ring Panca Terane, Semadi Betara Siwa, Sayogia Wong Anadahe Tirthe Gocare, Ngaturaken Wangi Ring Sanggar, Muang Luwuring Paturon Maneher Menganing Akene Cite. Wehane Sasuguh Ring Natar Umah, Sanggar, Ring Dengen, Dening Sege Kepel Duang Kepel Dadi Atanding, Wehakene Ade Telung Tanding, Iwaknia Bawang Jar. Kang Sinambat Ring Natar, Sang Kale Bucari. Ring Sanggar Bute Bucari. Ne Ring Dengen, Sang Durge Bucari. Ike Pade Wehane Labaan, Nangken Kaliyo, Kinon Rumakse Umah, Nimitania. Pade Anemu Sadia Rahayu”. Artinya: “Dan pada hari Pancawara, yakni setiap datangnya hari Kliwon, adalah saat beryoganya Bhatara Siwa, sepatutnya pada saat yang demikian melakukan pensucian dengan menghaturkan wangi-wangi bertempat di Merajan dan diatas tempat tidur, sedangkan yang patut disuguhkan di halaman rumah, halaman Merajan dan pintu keluar masuk pekarangan rumah ialah segehan kepel dua kepel menjadi satu tanding berisi bawang jahe, dibuat sebanyak tiga tanding, disuguhkan di halaman rumah kepada Sang Kala Bhucari, di halaman Merajan kepada Sang Bhuta Bhucari, di pintu keluar masuk halaman rumah kepada Sang Durgha Bhucari. Adapun maksud memberikan laba setiap hari Kliwon adalah untuk menjaga agar pekarangan serta keluarga semuanya mendapat perlindungan dan menjadi sempurna”. Dari kutipan di atas, Segehan dihaturkan pada waktu Kliwon (5 hari sekali) disertai menghaturkan wangi-wangi (canang) dan segehan yang dihaturkan berupa dua kepal nasi yang dijadikan satu tanding berisi bawang jahe, dibuat sebanyak tiga tanding dan dihaturkan di halaman Merajan untuk Sang Bhuta Bhucari, di halaman rumah untuk Sang Kala Bhucari, dan di pintu keluar masuk rumah untuk Sang Durgha Bhucari. Berikut adalah kutipan Kajeng Kliwon dan Segehan dalam Lontar Sundarigama: “Kunang Yan Kale Biyantare Keliyon, Pakerti Tunggal Kayeng Lagi. Kadi Ring Keliyon Nemu Atutan Kewale Tambehane Sege Warne Limang Warne, Dadi Awadah, Ring Dengen Juge Genahing Caru Ike, Ika Sanding Lawang Ring Luur, Aturane Canang Kenge Wangi Burat Wangi, Canang Gantal, Astewekane Ring Durge Dewem, Ne Ring Sor, Ring Durge Bucari, Kale Bucari, Bute Bucari, Pelania Ayu Paripurne Sire Paumah”. Artinya : “Lain lagi, pada hari Kajeng Kliwon pelaksanaan Widhi Widhananya seperti halnya pada hari Kliwon, hanya tambahannnya dengan Segehan lima warna yang dijadikan satu tempat (brumbun), di pintu keluar masuk pekarangan rumah juga dihaturkan suguhan itu, haturan ke luhur ialah: canang wangi, burat wangi, canang gantal dan yang dipuja ialah Hyang Durgha Dewi. Yang disuguhkan dibawahnya (Segehan seperti tersebut waktu Kliwon), untuk Sang Dhurga Bhucari, Kala Bhucari, Bhuta Bhucari, yang bertujuan untuk memohon keselamatan penghuni rumah”. Dari kutipan di atas maka pada waktu Kajeng Kliwon yang dihaturkan sama dengan pada waktu Kliwon, namun ada tambahan Segehan Panca Warna di atas dari Segehan kepel yang biasa dihaturkan ketika Kliwon, disertai haturan ke luhurnya canang wangi, burat wangi, canang gantal. Salam Rahayu.

2 komentar: