Senin, 07 September 2020

MAKNA BANTEN SAIBAN DAN MEMUNJUNG, IMPLEMENTASI LANGSUNG DARI KITAB SUCI WEDA/VEDA

Banten Saiban dan Memunjung mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Hindu di Bali, Banten Saiban dan Memunjung biasanya dilakukan setelah selesai memasak dan sebelum makan, diawali dengan Banten Saiban dan dilanjutkan dengan Memunjung.

Banten Saiban atau sering juga disebut Banten Jotan merupakan sebuah upakara kecil yang dipersembahkan setelah selesai memasak. Banten Saiban atau Banten Jotan sering juga disebut dengan Yadnya Sesa. Banten Saiban merupakan penerapan dari ajaran kesusilaan Hindu, yang menuntut umat untuk selalu bersikap Anersangsya yaitu tidak mementingkan diri sendiri dan Ambeg Parama Arta yaitu mendahulukan kepentingan di luar diri. Tujuan dari Banten Saiban yaitu sebagai wujud syukur atas apa yang telah diberikan Ida Sang Hyang Widhi kepada kita dalam bentuk Yadnya. Dalam hal ini Yadnya sebagai sarana untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk memperoleh kesucian jiwa. Adapun landasan dari pelaksanaan Banten Saiban adalah sesuai yang tertuang dalam Bhagavad Gita III.13: "YAJNA SISHTASINAH SANTO, MUCHYANTE SARVA KILBISHAIH, BHUNJATE TE TV AGHAM PAPA, YE PACHANTY ATMA KARANAT" Artinya: "Para Penyembah Tuhan Dibebaskan Dari Segala Jenis Dosa Karena Mereka Makan Makanan Yang Dipersembahkan Terlebih Dahulu Untuk Korban Suci (Yadnya). Orang Yang Menyiapkan Makanan Untuk Kenikmatan Indria-Indria Pribadi, Sebenarnya Hanya Makan Dosa Saja". Ada 5 (lima) tempat penting yang dihaturkan Banten Saiban, sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta: 1. Pertiwi(tanah), biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman. 2. Apah(Air), ditempatkan pada sumur atau tempat air. 3. Teja(Api), ditempatkan di dapur, pada tempat memasak(tungku) atau kompor. 4. Bayu, ditempatkan pada beras, bisa juga ditempat nasi. 5. Akasa, ditempatkan pada tempat sembahyang (pelangkiran,pelinggih, dll). Sedangkan di dalam Manawa Dharmasastra III.68 dan III.69 disebutkan: ada 5 tempat yang wajib dilakukan Yadnya, Kelima tempat tersebut disebut sebagai tempat dimana keluarga melakukan Himsa Karma setiap hari dalam proses memasak, karena secara sengaja atau tidak sengaja telah melakukan pembunuhan binatang dan tumbuh-tumbuhan di tempat-tempat tersebut. Berikut adalah kutipannya: “PANCA SUNA GRHASTHASYA CULLI PESANYU PASKARAH, KANDANI CODAKUMBHACCA BADYATE YASTU WAHAYAN. TASAM KRAMENA SARWASAM NISKRTYASTHAM MAHARSIBHIH, PANCA KLRPTA MAHAYAJNAH PRATYAHAM GRHAMEDHINAM” Artinya: “Seorang Kepala Keluarga Mempunyai Lima Macam Tempat Penyemblihan Yaitu Tempat Masak, Batu Pengasah, Sapu, Lesung Dan Alunya, Tempayan Tempat Air, Dengan Pemakaiannya Ia Diikat Oleh Belenggu Dosa. Untuk Menebus Dosa Yang Ditimbulkan Oleh Pemakaian Kelima Alat Itu, Para Maha Rsi Telah Menggariskan Untuk Para Kepala Keluarga Agar Setiap Harinya Melakukan Panca Yadnya”. Merujuk pada isi dari Menawa Dharmasastra tersebut, maka fungsi dan tujuan dari Banten Saiban adalah sebagai penyomya atau penyupat, dengan kata lain untuk menetralisir proses Himsa Karma yang terjadi ketika memasak. Lain halnya dengan Banten Saiban, Memunjung merupakan salah satu bentuk dari Pitra Yadnya, Pitra Yadnya terdiri dari dua kata yaitu Pitra yang berasal dari kata Pitr yang artinya leluhur dan Yadnya yang berarti Korban Suci, jadi Pitra Yadnya dapat diartikan Korban Suci untuk leluhur. Pelaksanaan Pitra Yadnya sangat berkaitan erat dengan Pitra Rna yaitu hutang kepada leluhur. Kenapa kita bisa berhutang kepada leluhur? Sebab tanpa leluhur maka kita tidak ada, dalam artian secara tidak langsung leluhur adalah jalan kita menuju dunia ini. Memunjung atau persembahan kepada leluhur biasanya dilakukan setelah Banten Saiban, persembahan tersebut biasanya berisikan nasi, umbi-umbian, air, buah-buahan, dll. Di dalam Menawa Dharmasastra III.82 disebutkan sebagai berikut: “KURYA DAHARAHAH CRADDHAM ANNADYENO DAKENA WA, PAYO MULA PHALAIRWAPI PITRBHYAH PRITIMAWAHAM”. Terjemahan: "Upacara Pitra Yadnya yang harus kamu lakukan, hendaknya setiap harinya melakukan craddha dengan mempersembahkan nasi atau dengan air atau susu dengan umbi-umbian dan buah-buahan, dengan demikian menyenangkan para leluhur". Jadi sesungguhnya Banten Saiban dan Memunjung bukanlah tradisi yang tidak berdasarkan Sastra, melainkan bentuk nyata atau implementasi langsung dari ajaran suci Weda/Veda. Salam Rahayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar