MAKNA DAN TATACARA PELAKSANAAN UPACARA TUMPEK LANDEP



Seperti yang kita ketahui bersama, Tumpek Landep merupakan Hari Suci yang datangnya setiap 6 bulan sekali dalam penanggalan kalender Hindu Bali, hampir seluruh umat Hindu di Bali merayakan Tumpek Landep itu sendiri. Tumpek dapat diartikan Awal dan Akhir karena sangat erat kaitannya dengan kalender Hindu Bali. Terdapat sebanyak 30 Wuku, dan juga ada siklus Saptawara dan Pancawara di dalam kalender Bali. Antara Saptawara terakhir yaitu Saniscara bertemu dengan Pancawara terakhir yaitu Kliwon disebut dengan Tumpek yang datangnya setiap 35 hari sekali. Landep berarti runcing, dimana simbol runcing ini mengacu kepada ketajaman pikiran. Jadi makna Tumpek Landep adalah untuk mensyukuri anugrah Ida Sang Hyang Widhi berupa pikiran dengan jalan selalu mengasah (meng-upgrade) ketajaman fikiran kita. Apa sebernarnya tujuan utama dari pelaksanaan Tumpek Landep? Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi yang dipuja pada saat Tumpek Landep adalah Sang Hyang Pasupati. Kata Pasu dalam Bahasa Sansekerta yang artinya binatang dan Pati artinya Raja atau merajai atau menguasai. Jadi tujuan memuja Manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai Sang Hyang Pasupati adalah untuk mendapatkan kekuatan agar mampu menguasai sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan yang ada dalam diri. Bisa dikatakan juga tujuan dari Tumpek Landep adalah untuk mempasupati pikiran agar kita bisa berpikir secara tajam dan focus, mengingat ketajaman pikiran itulah yang akan mampu menguasai segala sifat-sifat binatang maupun sifat keraksasaan yang ada dalam diri. Bagaimana tatacara pelaksanaan Tumpek Landep? Kebanyakan di masyarakat yang terjadi adalah tumpek landep selalu identik dikaitkan dengan kendaraan, bahkan sering juga terjadi Jero Mangku nganteb upacara Tumpek Landep di depan mobil dan motor yang berjejer, namun pemiliknya tidak diupacarai. Sesungguhnya terjadi sedikit kekeliruan dalam hal pelaksanaan Tumpek Landep seperti itu. Bukan berarti salah mengupacarai kendaraan baik itu mobil dan motor!, namun pelaksanaan Tumpek Landep seperti itu perlu diluruskan. Pelaksanaan Tumpek Landep seharusnya dilakukan di Merajan, atau kalau di perkantoran di lakukan di Pura Swagina yang ada di lokasi Upacara, bukanlah di depan Motor dan Mobil. Setelah Jero Mangku nganteb upakara Tumpek Landep, selanjutnya dilanjutkan proses Pasupati dilakukan ke manusianya atau orang yang menggelar upacara Tumpek Landep itu sendiri. Setelah itu baru ke senjata, mobil, motor dan lain sebagainya yang di rasa perlu untuk di pasupati. Jadi sesungguhnya dalam perayaan Tumpek Landep, manusia atau diri kitalah yang terlebih dahulu di Pasupati. Setelah itu barulah kita memohon kekuatan agar benda-benda yang sakral atau senjata kuno berupa Keris atau Tombak begitu juga kendaraan baik itu mobil maupun motor agar memiliki energi yang baik dan selaras dengan kita. Karena disanalah rasa, agama tidak pernah lepas dari rasa, namun pelaksanaan juga harus benar. Jangan sampai yang utama malah terabaikan dan yang tidak utama menjadi diutamakan. Pikiran merupakan senjata paling ampuh di era globalisasi seperti saat ini, janganlah pernah berhenti untuk mengasah atau meng-upgrade ketajaman pikiran kita. Tentunya alat untuk mengasah ketajaman pikiran tersebut tiada lain adalah ilmu pengetahuan. Untuk lebih details pembahasan bisa dilihat pada video. Salam Rahayu.

2 komentar:

  1. bagus ulasannya pak J.M Neztra, semoga memekar ketajaman pikiran, ketajaman kata-kata mengukir pengucapnya dan pendengar/pembacanya. Jadi kata ber mata perisai dua, diawal oleh manacika, dan diakhir pembuktian oleh kayika, hidup mekar sang wacika; sekali kata keluar, akan jadi cermin pengucapnya, dan tak bisa ditarik kembali (bagai pasaupata/pasupati) maka, dua telinga meminta kita dengar dua kali : dalam & luar), dua mata lihat dua kali, untuk mengucap satu kali. om santhi santhi SANTHI, damai dihati, damai di semesta.

    BalasHapus
  2. bagus ulasannya pak J.M Neztra, semoga memekar ketajaman pikiran, ketajaman kata-kata mengukir pengucapnya dan pendengar/pembacanya. Jadi kata ber mata perisai dua, diawal oleh manacika, dan diakhir pembuktian oleh kayika, hidup mekar sang wacika; sekali kata keluar, akan jadi cermin pengucapnya, dan tak bisa ditarik kembali (bagai pasaupata/pasupati) maka, dua telinga meminta kita dengar dua kali : dalam & luar), dua mata lihat dua kali, untuk mengucap satu kali. om santhi santhi SANTHI, damai dihati, damai di semesta.

    BalasHapus